Kamis, 22 Maret 2012

RULE OF LAW DAN HAM


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Rule Of Law
2.1.1 Latar Belakang Rule of Law
Latar belakang kelahiran rule of law:
1.      Diawali oleh adanya gagasan untuk melakukan pembatasan kekuasaan pemerintahan Negara,
2.      Sarana yang dipilih untuk maksud tersebut yaitu Demokrasi Konstitusional, dan
3.      Perumusan yuridis dari Demokrasi Konstitusional adalah konsepsi negara hukum.
Rule of law adalah doktrin hukum yang muncul pada abad ke 19, seiring degan negara konstitusi dan demokrasi. Rule of law adalah konsep tentang common law yaitu seluruh aspek negara menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun diatas prinsip keadilan dan egalitarian. Rule of law adalah rule by the law bukan rule by the man.
Unsur-unsur rule of law menurut A.V. Dicey terdiri dari:
Ø  Supremasi aturan-aturan hukum,
Ø  Kedudukan yang sama didalam menghadapi hukum, dan
Ø  Terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh undang-undang serta keputusan-keputusan pengadilan.
Syarat-syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintahan yang demokrasi menurut rule of law adalah :
1.      Adanya perlindungan konstitusional,
2.      Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak,
3.      Pemilihan umum yang bebas,
4.      Kebebasan untuk menyatakan pendapat,
5.      Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi, dan
6.      Pendidikan kewarganegaraan.
Ada tidaknya rule of law pada suatu negara ditentukan oleh “kenyataan”, apakah rakyat menikmati keadilan, dalam arti perlakuan adil, baik sesame warga Negara maupun pemerintah. Untuk membangun kesadaran di masyarakat maka perlu memasukan materi instruksional rule of law sebagai salah satu materi di dalam mata kuliah Pendidikan Kewareganegaraan (PKn). PKn adalah desain baru kurikulum inti di PTU yang menjunjung pencapaian Visi Indonesia 2020 (Tap. MPR No. VII/MPR/2001) dan Visi Pendidikan Tinggi 2010 (HELTS 2003-2010-DGHE). Materinya merupakan bentuk penjabaran UU No. 2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2.1.2 Pengertian Rule of Law
Friedman (1959) membedakan rule of law menjadi dua yaitu : Pertama, pengertian secara formal (in the formal sence) diartikan sebagai kekuasaan umum yang terorganisasi (organized public power), misalnya nrgara. Kedua, secara hakiki/materiil (ideological sense), lebih menekankan pada cara penegakannya karena menyangkut ukuran hukum yang baik dan buruk (just and unjust law). Rule of law terkait erat dengan keadilan sehingga harus menjamin keadilan yang dirasakan oleh masyarakat.
Rule of law merupakan suatu legalisme sehingga mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan system peraturan dan prosedur yang objektif, tidak memihak, tidak personal dan otonom.
Prinsip-prinsip Rule of Law di Indonesia
v  Prinsip-prinsip rule of law secara formal tertera dalam pembukaan UUD 1945 yang menyatakan :
a.       Bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa,…karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan “peri keadilan”,
b.      Kemerdekaan Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, “adil” dan makmur,
c.       Untuk memajukan “kesejahteraan umum”,…dan “keadilan social”,
d.      Disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu “Undang-Undang  Dasar Negara Indonesia”,
e.       Kemanusiaan yang adil dan beradab”, dan
f.       Serta dengan mewujudkan suatu “eadilan social” bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian inti rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat terutama keadilan social. Penjabaran prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat didalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu a. Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3), b. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggaraakan peradilan guna menegakan hokum dan keadilan (pasal 24 ayat 1), c. Segala warga Negara bersamaan kedudukanya didalam hokum dan pemerintahan, serta menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat 1), d. Dalam Bab X A Tentang Hak Asasi Manusia, memuat 10 pasal, antara lain bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hokum (pasal 28 D ayat 1), dan e. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (pasal 28 D ayat 2).
v  Prinsip-prinsip rule of law secara hakiki (materiil) erat kaitannya dengan (penyelenggaraan menyangkut ketentuan-ketentuan hukum) “the enforcement of the rules of law” dalam penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam penegakan hukum dan implementasi prinsip-prinsip rule of law.
Berdasarkan pengalaman berbagai Negara dan hasil kajian, menunjukan keberhasilan “the enforcement of the rules of law” bergantung pada kepribadian nasional setiap bangsa (Sunarjati Hartono: 1982). Hal ini didukung kenyataan bahwa rule of law merupakan institusi social yang memiliki struktur sosiologis yang khas dan mempunyai akar budayanya yang khas pula. Karena bersifat legalisme maka mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani dengan pembuatan system peraturan dan prosedur yang sengaja bersufat objektif, tidak memihak, tidak personal dan otonom.
Secara kuantitatif, peraturan perundang-undangan yang terkait rule of law telah banyak dihasilkan di Indonesia, tetapi implementasinya belum mencapai hasil yang optimal sehingga rasa keadilan sebagai perwujudan pelaksanaan rule of law belum dirasakan dimasyarakat.
Strategi Pelaksanaan (Pengembangan) Rule of Law
Agar pelaksanaan rule of law bias berjalan dengan yang diharapkan, maka :
a.       Keberhasilan “the enforcement of the rules of law” harus didasarkan pada corak masyarakat hukum yang bersangkutan dan kepribadian masing-masing setiap bangsa,
b.      Rule of law yang merupakan intitusi sosial harus didasarkan pada budaya yang tumbuh dan berkembang pada bangsa, dan
c.       Rule of law sebagai suatu legalisme yang memuat wawasan social, gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara, harus ditegakan secara adil juga memihak pada keadilan.
Untuk mewujudkannya perlu hukum progresif (Setjipto Raharjo: 2004), yang memihak hanya pada keadilan itu sendiri, bukan sebagai alat politik atau keperluan lain. Asumsi dasar hokum progresif bahwa ”hukum adalah untuk manusia”, bukan sebaliknya. Hukum progresif  memuat kandungan moral yang kuat. Arah dan watak hukum yang dibangun harus dalam hubungan yang sinergis dengan kekayaan yang dimiliki bangsa yang bersangkutan atau “back to law and order”, kembali pada hukum dan ketaatan hukum negara yang bersangkutan itu.
Adapun negara yang merupakan negara hukum memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.      Ada pengakuan dan perlindungan hak asasi,
2.      Ada peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak terpengaruh oleh kekuasaan atau kekuatan apapun, dan
3.      Legalitas terwujud dalam segala bentuk.
Contoh: Indonesia adalah salah satu Negara terkorup di dunia (Masyarakat Transparansi Internasional: 2005).
2.1.3 Pelanggaran Rule Of Law
Beberapa kasus dan ilustrasi dalam penegakan rule of law antara lain:
·         Kasus korupsi KPU dan KPUD,
·         Kasus illegal logging,
·         Kasus dan reboisasi hutan yang melibatkan pejabat Mahkamah Agung (MA),
·         Kasus-kasus perdagangan narkoba dan psikotripika, dan
·         Kasus perdagangan wanita dan anak.
2.2 Hak Asasi Manusia (HAM)
2.2.1 Latar Belakang HAM
Hak-hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta (hak-hak yang bersifat kodrati). Oleh karenanya tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya. Meskipun demikian bukan berarti dengan hak-haknya itu dapat berbuat semau-maunya. Sebab apabila seseorang melakukan sesuatu yang dapat dikategorikan melanggar hak asasi orang lain, maka ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Pada hakikatnya “Hak Asasi Manusia” terdiri atas dua hak dasar yang paling fundamental, ialah hak persamaan dan hak kebebasan. Dari kedua hak dasar inilah lahir hak-hak asasi lainnya atau tanpa kedua hak dasar ini, hak asasi manusia lainnya sulit akan ditegakkan.
Mengingat begitu pentingnya proses internalisasi pemahaman Hak Asasi Manusia bagi setiap orang yang hidup bersama dengan orang lainnya, maka suatu pendekatan historis mulai dari dikenalnya Hak Asasi Manusia sampai dengan perkembangan saat ini perlu diketahui oleh setiap orang untuk lebih menegaskan keberadaan hak asasi dirinya dengan hak asasi orang lain.
Sejarah Internasional Hak Asasi Manusia
Umumnya para pakar Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai dengan lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris. Magna Charta antara lain mencanangkan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolut (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat pada hukum), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat dimintai pertanggungjawaban di muka umum. Dari sinilah lahir doktrin raja tidak kebal hukum lagi dan mulai bertanggungjawab kepada hukum. Sejak itu mulai dipraktekkan kalau raja melanggar hukum harus diadili dan harus mempertanggungjawabkan kebijakasanaannya kepada parlemen. Jadi, sudah mulai dinyatakan dalam bahwa raja terikat kepada hukum dan bertanggungjawab kepada rakyat, walaupun kekuasaan membuat Undang-undang pada masa itu lebih banyak berada di tangan raja. Dengan demikian, kekuasaan raja mulai dibatasi sebagai embrio lahirnya monarkhi konstitusional yang berintikan kekuasaan raja sebagai simbol belaka. Lahirnya Magna Charta ini kemudian diikuti oleh perkembangan yang lebih konkret, dengan lahirnya “Bill of Rights” di Inggris pada tahun 1689. Pada masa itu mulai timbul adagium yang intinya adalah bahwa manusia sama di muka hukum (equality before the law). Adagium ini memperkuat dorongan timbulnya negara hukum dan demokrasi. Bill of rights melahirkan asas persamaan. Para pejuang HAM dahulu sudah berketatapan bahwa hak persamaan harus diwujudkan betapapun beratnya resiko yang dihadapi karena hak kebebasan baru dapat diwujudkan kalau ada hak persamaan. Untuk mewujudkan semua itu, maka lahirlah teori Roesseau (tentang contract social/perjanjian masyarakat), Motesquieu dengan Trias Politikanya yang mengajarkan pemisahan kekuasaan guna mencegah tirani, John Locke di Inggris dan Thomas Jefferson di Amerika dengan hak-hak dasar kebebasan dan persamaan yang dicanangkannya.
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of Independence yang lahir dari paham Roesseau dan Montesqueu. Jadi, walaupun di Perancis sendiri belum dirinci apa HAM itu, tetapi di Amerika Serikat lebih dahulu mencanangkan secara lebih rinci. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam oerut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir, ia harus dibelenggu.
Selanjutnya pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration, dimana hak-hak yang lebih rinci lagi melahirkan dasar The Rule of Law. Antara lain dinyatakah tidak boleh ada penangkapan dan penahanan yang semena-mena, termasuk ditangkap tanpa alasan yang sah dan ditahan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang sah. Dinyatakan pula presumption of innocence, artinya orang-orany yang ditangkap kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah. Dipertegas juga dengan freedom of expression (bebas mengelaurkan pendapat), freedom of religion (bebas menganut keyakinan/agama yang dikehendaki), the right of property (perlindungan terhadap hak milik) dan hak-hak dasar lainnya. Jadi, dalam French Declaration sudah tercakup semua hak, meliputi hak-hak yang menjamin tumbuhnyademokrasi maupun negara hukum yang asas-asasnya sudah dicanangkan sebelumnya.
Perlu juga diketahui The Four Freedoms dari Presiden Roosevelt yang dicanangkan pada tanggal 6 Januari 1941, dikutip dari Encyclopedia Americana, p.654 tersebut di bawah ini :
“The first is freedom of speech and expression everywhere in the world. The second is freedom of every person to worship God in his own way-every where in the world. The third is freedom from want which, translated into world terms, means economic understandings which will secure to every nation a healthy peacetime life for its inhabitants-every where in the world. The fourth is freedom from fear-which, translated into world terms, means a worldwide reduction of armaments to such a point and in such a through fashion that no nation will be in a position to commit an act of physical agression against any neighbor-anywhere in the world.”
Semua hak-hak ini setelah Perang Dunia II (sesudah Hitler memusnahkan berjuta-juta manusia) dijadikan dasar pemikiran untuk melahirkan rumusan HAM yang bersifat universal, yang kemudian dikenal dengan The Universal Declaration of Human Rights yang diciptakan oleh PBB pada tahun 1948.
Sejarah Nasional Hak Asasi Manusia
Deklarasi HAM yang dicetuskan di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Desember 1948, tidak berlebihan jika dikatakan sebagai puncak peradaban umat manusia setelah dunia mengalami malapetaka akibat kekejaman dan keaiban yang dilakukan negara-negara Fasis dan Nazi Jerman dalam Perang Dunia II.
Deklarasi HAM sedunia itu mengandung makana ganda, baik ke luar (antar negara-negara) maupun ke dalam (antar negara-bangsa), berlaku bagi semua bangsa dan pemerintahan di negara-negaranya masing-masing. Makna ke luar adalah berupa komitmen untuk saling menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan antar negara-bangsa, agar terhindar dan tidak terjerumus lagi dalam malapetaka peperangan yang dapat menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan. Sedangkan makna ke dalam, mengandung pengertian bahwa Deklarasi HAM seduania itu harus senantiasa menjadi kriteria objektif oleh rakyat dari masing-masing negara dalam menilai setiap kebijakan yang dikelauarkan oleh pemerintahnya.
Bagi negara-negara anggota PBB, Deklarasi itu sifatnya mengikat. Dengan demikian setiap pelanggaran atau penyimpangan dari Deklarasi HAM sedunia si suatu negara anggota PBB bukan semata-mata menjadi masalah intern rakyat dari negara yang bersangkutan, melainkan juga merupakan masalah bagi rakyat dan pemerintahan negara-negara anggota PBB lainnya. Mereka absah mempersoalkan dan mengadukan pemerintah pelanggar HAM di suatu negara ke Komisi Tinggi HAM PBB atau melalui lembaga-lembaga HAM internasional lainnya unuk mengutuk bahkan menjatuhkan sanksi internasional terhadap pemerintah yang bersangkutan.
Adapun hakikat universalitas HAM yang sesungguhnya, bahwa ke-30 pasal yang termaktub dalam Deklarasi HAM sedunia itu adalah standar nilai kemanusiaan yang berlaku bagi siapapun, dari kelas sosial dan latar belakang primordial apa pun serta bertempat tinggal di mana pun di muka bumi ini. Semua manusia adalah sama. Semua kandungan nilai-nilainya berlaku untuk semua.
Di Indonesia HAM sebenarnya telah lama ada. Sebagai contoh, HAM di Sulawesi Selatan telah dikenal sejak lama, kemudian ditulis dalam buku-buku adat (Lontarak). Antara lain dinyatakan dalam buku Lontarak (Tomatindo di Lagana) bahwa apabila raja berselisih faham dengan Dewan Adat, maka Raja harus mengalah. Tetapi apabila para Dewam Adat sendiri berselisih, maka rakyatlah yang memustuskan. Jadi asas-asas HAM yang telah disorot sekarang, semuanya sudah diterpkan oleh Raja-Raja dahulu, namun hal ini kurang diperhatikan karena sebagian ahli hukum Indonesia sendiri agaknya lebih suka mempelajari teori hukum Barat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa HAM sudah lama lahir di Indonesia, namun dalam perkembangannya tidak menonjol karena kurang dipublikasikan.
Human Rights selalu terkait dengan hak individu dan hak masyarakat. Ada yang bertanya mengapa tidak disebut hak dan kewajban asasi. Juga ada yang bertanya mengapa bukan Social Rights. Bukankan Social Rights mengutamakan masyarakat yang menjadi tujuan ? Sesungguhnya dalam Human Rights sudah implisit adanya kewajiban yang harus memperhatikan kepentingan masyarakat. Demikian juga tidak mungkin kita mengatakan ada hak kalau tanpa kewajiban. Orang yang dihormati haknya berkewajiban pula menghormati hak orang lain. Jadi saling hormat-menghormati terhadap masing-masing hak orang. Jadi jelaslah kalau ada hak berarti ada kewajiban.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4UbgVatD5Ch0cf8ql4FL04eMgT6W_AI2u377Ld2oigFqE2x6ktbtOosp-eiR8sjfOqITYGnKIbOaCjInQek4naM0YXSZjyjHjlYljwVmdSR7jsuiucbPa3LieJxf5HhA7QyFXuQJWu5s/s1600/imagesl.jpg2.2.2 Pengertian HAM





Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki manusia, sesuai dengan kodratnya.Menurut ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1988 bahwa hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa.
Sejarah singkat timbulnya HAM
A.     Inggris
Magna Charta (1215) : terlahir karena protes keras kalangan bangsawan atas pemerintahan John Lackland (1199-1216),seorang raja inggris yang pada waktu itu bertindak sewenang-wenang.
Petition Of Right (1628) : perselisihan raja Charles 1 dengan parlemen yang terdiri dari utusan rakyat (The House Of Common).
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3cu0lOAQ-MPErwi-lHKwn48oUhDYOZTrI_qcx2BpHOefp15DU3q2QN_5LKwu1g1iVKUfvvdUX0Rr7ncgDHKemxwp3RYclINiBHaNIZgAsQY5SczPjfP0i8vx6JbPls_Vxws_01KE7cwU/s1600/imagesm.jpgBill Of Right (1689) : ditandatangani oleh raja Willem III sebagai hasil dari The Glorious Revolution.
B.     https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg9LCAiS-kjJhCn2MF20Vl935PJfzY3-5JsXLd0MfnLkBSZpmFq0gNLxcDWCX9zPOgh8L82Y03ScGnecyxkk7ECWUSN2mXxIYX0AA8g5qQQO1v3tm9BKKntLXYiXI4zf2vVzkjsUvwseY8/s1600/imagesn.jpgPerancis
                 







Trias Politica : disusun oleh Montesque yang berisi tentang pemisahan kekuasaan antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Declaration des Droits de’L Home et du Citoyen : pernyataan HAM dan warga negara, diumumkan pada tanggal 27 Agustus 1789.
C.     https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg-XpTCt2fCIxazpoqTYMawhaRMR-1haK8SSPijwId1dL_AJNZA_qrQQiX94ZKBUSVMFUcpVD7795x_Glj39n9AFNhbC79q4fYbc5DYRi6wQoJwYfhaKkhYxY_mNyoCyQkkkTxTwWNqVMk/s1600/imagesp.jpgAmerika Serikat
The Four Freedom :
Freedom of Speech   : kebebasan berbicara
Freedom of Religion  : kebebasan beragama
Freedom of Fear         : kebebasan dari rasa takut
Freedom of Want       : kebebasan dari kemlaratan



Universal Declaration of Human Right (pernyataan sedunia tntang hak asasi manusia) dideklarasikan pada tanggal 10 desember 1948 oleh PBB. Deklarasi ini merupakan pelaksanaan umum yang baku bagi semua bangsa dan negara agar menjamin pengakuan dan pelaksanaan hak-hak kebebasan secara umum dan efektif. Ketentuan pasal-pasal tenteng HAM dalam Deklarasi Universal antara lain sebagai berikut :
1)      Pasal 1 (Semua orang dilahirkanmerdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan budi dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan),
2)      Pasal 2 (Berisi atas kebebasan semua hak, seperti bangsa, ras, agama, warna kulit dll,serta tidak adanya perbedaaan status politik, hukum, atau wilayah dari mana mereka berasal),
3)      Pasal 3 (Setiap orang berhak atas kehidupan, kemerdekaan, dan keselamatan orang),
4)      Pasal 4 (Berisi larangan memperbudak atau memperhambakan seseorang),
5)      Pasal 5 (Berisi larangan menganiaya atau memperlakukan seseorang dengan kejam tanpa mengingat kemanusiaan),
6)      Pasal 6 (Setiap orang berhak atas pengakuan sebagai manusia pribadi di hadapan UU dimannapun ia berada),
7)      Pasal 7 (Semua orang sama dihadapan UU dan berhak atas perlindungan yang sama),
8)      Pasal 8 (Setiap orang berhak atas pengadilan yang efektif oleh hakim-hakim nasional yang berkuasa mengadili), dan
9)      Pasal 9 (Tidak seorangpun boleh ditangkap, ditahan, atau dibuang secara sewenang-wenang).
Serta masih banyak lagi pasal-pasal yang menjelaskan tentang hak asasi manusia.

HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA
Sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang, di Indonesia telah berlaku 3 UUD dalam 4 periode, antara lain :
1.      Periode 18 agustus 1945 sampai 27 desember 1949 berlaku UUD 1945,
2.      Periode 27 desember 1949 sampai 17 agustus 1950 berlaku konstitusi Republik Indonesia Serikat,
3.      Periode 17 agustus 1950 sampai tahun 1959 berlaku UUDS 1950, dan
4.      Periode 5 juli 1959 sampai sekarang berlaku UUD 1945.
Dalam UUD 1945 butir-buti hak asasi manusia hanya tercantum beberapa saja. Sementara konstitusi RIS 1945 dan UUDS 1950 hampir bulat-bulat mencantumkan isi deklarasi HAM dari PBB.
Pada awal orde baru, salah satu tujuan pemerintah adalah melaksanakan hak asasi manusia yang tercantum dalam UUD 1945 serta berusaha untuk melengkapinya. Tugas untuk melengkapi HAM ini ditangani oleh panitia MPRS yang kemudian menyusun rancangan piagam hak asasi manusia serta hak dan kewajiban warga negara yang dibahas dalam sidang MPRS tahun 1968.
Pada awal reformasi itu diselenggarakan pula sidang istimewa MPR (1998) yang salah satu ketetapannya berisi piagam HAM.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEis-pgr52O8rUoupfCg_d707dy3SdSJ2pIXeEV9wrm_pkt_r3Nd31gbG3zwlnnygY8CSrKEOVRPUsIHqpEG0e1J3_MU1SNGEuXCL2d4MYHu8f1VhbH5mBwb9xa9zCZMSm-UfrzncW1q4go/s320/rule-of-law1.jpg
2.2.3 Pelanggaran HAM
Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseoarang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).
Pengadilan Hak Asasi Manusia adalah Pengadilan Khusus terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat. Pelanggaran HAM yang berat diperiksa dan diputus oleh
Pengadilan HAM meliputi :
1.      Kejahatan genosida, dan
2.      Kejahatan terhadap kemanusiaan.
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara :
1.      Membunuh anggota kelompok,
2.      Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok,
3.      Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya,
4.      Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok, dan
5.      Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa :
1.      Pembunuhan,
2.      Pemusnahan,
3.      Perbudakan,
4.      Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa,
5.      Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional,
6.      Penyiksaan,
7.      Perkosaan, perbudakan seksual, palcuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara,
8.      penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional,
9.      Penghilangan orang secara paksa, dan
10.  Kejahatan apartheid.
(Penjelasan Pasal 7, 8, 9 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM)
Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseoarang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang dari orang ketiga, dengan menghukumnya atau suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat publik (Penjelasan Pasal 1 angka 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM)
Penghilangan orang secara paksa adalah tindakan yang dilakukan oleh siapapun yang menyebabkan seseorang tidak diketahui keberadaan dan keadaannya (Penjelasan Pasal 33 ayat 2 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar